Seperti telah diketahui, Jepang telah menguasai perperangan di
Pasifik. Bersama sekutunya, Jerman, Jepang tak akan lama lagi akan menjangkau
Hindia-Belanda/Indonesia. Hal ini bukan saja menjadi ancaman bagi kedudukan
Belanda sebagai penjajah “resmi”, tapi juga bagi tarekat Mason Bebas
(Freemasonry) yang telah lama menjalan aktivitasnya di tanah Nusantara.
Ingin Link Grup Whatsapp Anda Disini, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Subscribe, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Follower IG, Klik Contact Ya
Bukan main ketakutan para Anggota Loji (tempat para anggota Mason
Bebas melakukan ritual) lantaran mereka tahu sendiri betapa Jepang dan Jerman
sangat membenci dan memburu Mason Bebas. Hal pertama yang harus dilakukan
adalah tentu meghilangkan jejak.
Menurut Ryzki Wiryawan, penulis buku “Okultisme di Bandung Dulu:
Menelusuri Jejak Gerakan Teosofi dan Freemansory di Bandung”, Anggota tarekat
sudah mulai mengatur strategi untuk menantisipasi semua kemungkinan yang akan
terjadi. Pertama, memusnahkan dokumen. Sasaran pemusnahan yang paling utama
adalah dokumen yang memuat daftar anggota tarekat. Kedua, mempersiapkan diri
untuk mengadang Jepang atau berperang sesuai perintah Ketua Loji. Untuk hal
ini, Loji Sint Jan di Bandung pun divermak menjadi sebagai bangunan palang
merah.
Benar saja. Begitu Jepang mengambil alih kendali kependudukan,
loji-loji ditutup. Termasuk Loji Sint Jan di Cimahi. Tak cukup sampai di sana,
Jepang memerintahkan untuk menawan para anggota Loji dan memindahaknnya ke kamp
konsentrasi di Cimahi. Bangunan kamp konsentrasi tersebut sampai sekarang masih
ada dan jadi sebuah Rumah Sakit Dustira di daerah Baros, Cimahi.
Rumah Sakit Dustira yang pernah jadi kamp konsentrasi anggota
Freemason pada jaman penjajahan Jepang. “Para anggota Freemason jadi
tawanan nomor satu, paling berat siksaannya,” ujar Ryzki. Kendati dalam keadaan
seperti itu, mereka (anggota Mason Bebas) tetap menjalankan ritual. Kamp tahanan
menjadi semacam loji darurat bagi anggota Freemasonry.
Tenyata bukan hanya anggota Sint Jan saja yang ditahan di sana,
sekitar 300 anggota Freemason dari 21 loji lainnya yang tersebar di Hindia
Belanda juga bernasib sama di tahan di sana. Sejumlah tahanan meninggal di
sana. Bagi mereka yang meninggal, tetap diupayakan agar dimakaman dengan cara
masonik. Berupa peletakkan sebuah jangka dan kayu pembuat sudut di
pemakamannya.