
Sains (ilmu pengetahuan)
merupakan salah satu penemuan umat manusia yang paling luar biasa. Ia telah
menjadi sumber inspirasi dan pemahaman, telah menyingkap tabir kebodohan dan
takhayul, menjadi katalisator perubahan sosial dan pertumbuhan ekonomi, serta
menyelamatkan banyak nyawa.
Namun, sejarah
juga menunjukkan kepada kita bahwa sains tidak sepenuhnya menjadi berkah.
Beberapa temuan sains telah menimbulkan lebih banyak kerusakan daripada
kebaikan. Terdapat satu kesalahan yang tidak akan pernah Anda temukan dalam daftar
kesalahan terbesar sepanjang masa di internet.
Kesalahan
terburuk dalam sejarah sains tidak diragukan lagi adalah pengklasifikasian
manusia ke dalam ras-ras yang berbeda.
Sekarang, ada
beberapa pesaing besar untuk gelar yang meragukan ini. Kesalahan besar seperti
penemuan senjata nuklir, bahan bakar fosil, CFC (klorofluorokarbon), bensin
bertimbal, dan DDT (zat yang digunakan untuk pestisida). Dan teori -teori lemah
dan temuan-temuan meragukan seperti eter luminiferous, bumi yang mengembang,
vitalisme, teori tabula rasa, frenologi, dan Manusia Piltown, sebagai
contohnya.
Akan tetapi
teori ras menonjol di antara mereka semua karena telah menimbulkan kesengsaraan
yang tak terbilang dan telah digunakan untuk membenarkan tindakan biadab mulai
dari penjajahan, perbudakan, hingga genosida. Bahkan hari ini teori tersebut
masih digunakan untuk menimbulkan ketidaksetaraan sosial, dan terus
menginspirasi kebangkitan kelompok ekstremis kanan di seluruh dunia. Kasus
terakhir tampak dalam serangan terorisme yang dilakukan oleh penganut supremasi
kulit putih di Selandia Baru Maret lalu.
Sebagai
contohnya, kontroversi yang melingkupi buku Nicholas Wade pada 2014, A
Troublesome Inheritance, jika Anda ragu untuk sesaat bahwa sentimen berbasis
ras masih dimiliki sebagian orang.
Ras manusia
diciptakan oleh para antropolog seperti Johann Friedrich Blumenbach pada abad
ke-18 dalam upaya untuk mengkategorikan kelompok orang baru yang ditemui dan
dieksploitasi sebagai bagian dari kolonialisme Eropa yang semakin berkembang.
Sejak awal,
sifat pengkategorian ras yang berubah-ubah dan subyektif diakui secara luas.
Seringkali, ras dibenarkan atas dasar perbedaan budaya atau bahasa antara
kelompok orang daripada perbedaan yang biologis.
Keberadaan
mereka dianggap sebagai pemberian sampai abad ke-20 ketika para antropolog
sibuk menjadikan ras sebagai penjelasan biologis bagi perbedaan-perbedaan
psikologis, kecerdasan, pendidikan dan sosial ekonomi suatu kelompok tertentu.
Namun, muncul
kegelisahan tentang ras dan keyakinan luas bahwa kategori berdasarkan ras pada
praktiknya sangat sulit untuk diterapkan.
Salah satu
kritikus terhadap teori rasial yang terkenal adalah antropolog Amerika Ashley
Montagu yang menulis pada 1941: “Telur dadar yang dinamakan ‘ras’ tidak diakui
di luar penggorengan statistik dan keberadaannya telah dikurangi oleh panasnya
imajinasi antropologis”“.
Jika ras masih
dibicarakan hingga hari ini di depan umum dan secara politik, apa yang para
ilmuwan pikirkan tentang hal itu? Apakah para antropolog khususnya percaya
bahwa ras itu masih valid?
Sebuah survei
baru yang melibatkan lebih dari 3.000 antropolog oleh Jennifer Wagner dari
Geisinger Health System dan timnya baru-baru ini diterbitkan dalam Jurnal
Antropologi Fisika Amerika. Survei tersebut menawarkan beberapa pengetahuan
berharga tentang pandangan dan keyakinan mereka.
Orang-orang yang
disurvei adalah anggota Asosiasi Antropologi Amerika, badan profesional
antropolog terbesar di dunia.
Mereka diminta
untuk menanggapi 53 pernyataan tentang ras yang mencakup topik-topik seperti
apakah ras itu nyata, jika ras ditentukan oleh biologi, apakah ras harus
berperan dalam kedokteran, peran ras dan keturunan dalam pengujian genetik
komersial, dan jika istilah ras harus terus digunakan.
Respons yang
paling menonjol adalah terhadap pernyataan, "Populasi manusia mungkin
dapat dibagi menjadi ras-ras biologis”, dengan 86% responden menjawab sangat
tidak setuju atau tidak setuju.
Untuk pernyataan
ini, “Kategori ras ditentukan oleh biologi”, 88% menjawab sangat tidak setuju
atau tidak setuju. Dan, “Sebagian besar antropolog percaya bahwa manusia
mungkin dapat dibagi lagi menjadi ras-ras biologis”, 85% responden sangat tidak
setuju atau tidak setuju.
Hal yang dapat
kita ambil dari temuan ini adalah adanya konsensus yang jelas di antara para
antropolog bahwa ras tidak nyata, bahwa mereka tidak mencerminkan kebenaran
biologis, dan bahwa sebagian besar antropolog tidak percaya kategori ras
memiliki tempat dalam sains.
Akan tetapi,
terkubur dalam hasil survei itu adalah beberapa temuan yang meresahkan seperti
fakta bahwa antropolog berasal dari kelompok yang mendapatkan perlakuan
khusus-dalam konteks AS laki-laki dan perempuan ‘kulit putih’-cenderung lebih
menerima ras sebagai valid daripada kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan
istimewa.
Para ilmuwan
yang diperlakukan istimewa ini mewakili 75% dari antropolog yang disurvei.
Kekuatan dan pengaruh mereka menjangkau jauh hingga menyeberangi bidangnya.
Mereka adalah orang-orang penting yang menentukan penelitian apa yang dilakukan,
siapa yang mendapatkan dana, serta mereka melatih generasi antropolog
berikutnya, dan merupakan wajah publik dari bidang ini serta para ahli yang
pendapatnya dicari pada isu-isu terkait ras.
Pesan yang
dibawa pulang jelas. Seperti orang lain, para antropolog jauh dari kebal
terhadap bias yang tidak disadari, terutama efek status sosial dan budaya dalam
membentuk kepercayaan kita pada isu-isu seperti ras.
Ironisnya
mungkin, kita sebagai antropolog, sebagai suatu disiplin, perlu untuk bekerja
lebih keras dalam menantang pandangan kita sendiri yang dipegang kuat dan
tertanam secara budaya, serta memberikan suara yang lebih besar kepada para
ilmuwan dari kelompok yang secara historis tidak berasal dari kelompok yang
diistimewakan.
Meski begitu,
survei tersebut membuat pernyataan yang sangat kuat. Ini adalah penolakan besar
terhadap ras oleh para ilmuwan yang disiplinnya menemukan sistem klasifikasi
ras itu sendiri.
Hal ini juga
menandai penerimaan yang hampir universal oleh para antropolog tentang bukti genetik
selama beberapa dekade yang menunjukkan bahwa variasi manusia tidak dapat
dikelompokkan menjadi kategori yang disebut ras.
Melangkah keluar
dari “menara gading” saya, saya masih belum bisa melihat kelas politik atau
komunitas mengadopsi pandangan kuat yang menentang ras dalam waktu dekat.
Las Asimi Lumban
Gaol menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.