x9iXyGPMXQeKKlpX8lac8UjwJ5Wv9XduLyNcwRkJ

Teori Tindak Pidana yang Perlu Mahasiswa Hukum Ketahui

Ajaran Kausalitas
TINDAK PIDANA (STRAFBAAR FEIT)
Pengertian Tindak Pidana (strafbaar feit)
Ingin Link Grup Whatsapp Anda Disini, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Subscribe, Klik Contact Ya 

Ingin Nambah Follower IG, Klik Contact Ya
Menurut teori dan hukum positif, J.E Jonkers juga telah memberikan defenisi strafbaar feit menjadi dua pengertiaan, sebagaimana yang dikemukakan Bambang Pornomo yaitu :
a. Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang.
b. Definisi panjang atau lebih dalam memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alfa oleh orang yang dapt dipertanggungjawabkan.

Menurut definisi pendek pada hakekatnya menyatakan bahwa pastilah untuk setiap delik yang dapat dipidana harus berdasarkan Undang-Undang yang dibuat oleh pembentuk Undang-Undang, dan pendapat umum tidak dapat menentukan lain daripada apa yang telah ditetapkan dalam Undang-undang. Definisi yang panjang lebih menitikberatkan kepada sifat melawan hukum dan pertanggung jawaban yang merupakan unsur-unsur yang telah dirumuskan secara tegas didalam setiap delik, atau unsur yang tersembunyi secara diam-diam dianggap ada.

Rumusan Tindak Pidana
 Simons dalam Roni Wiyanto mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan (handeling) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Rumusan pengertian tindak pidana oleh simons dipandang sebagai rumusan yang lengkap karena akan meliputi :
1. Diancam dengan pidana oleh hukum
2. Bertentangan dengan hukum
3. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld)
4. Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.
            Van Hmamel juga sependapat dengan rumusan tindak pidana dari simons, tetapi menambahkan adanya “sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum”. Jadi, pengertian tindak pidana menurut Van Hamael meliputi lima unsur, sebagai berikut  :[6]
1. Diancam dengan pidana oleh hukum
2. Bertentangan dengan hukum
3. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld)
4. Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.
5. Sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum.

KAUSALITAS HUKUM PIDANA

Teori Tentang Kausalitas Hukum Pidana:
1.      Teori condition sine quanon (teori syarat mutlak) dari Van Buri
Menurut teori ini tiap syarat adalah sebab, dan semua syarat itu nilainya sama, sebab kalau satu syarat tidak ada, maka akibat akan lain pula. Tiap syarat baik positif maupun negative untuk timbulnya sutu akibat adalah sebab, dan mempunyai nilai yang sama. Kalau satu syarat dihilangkan tidak akan mungkin terjadi suatu akibat konkret, seperti yang senyata-nyatanya menurut waktu tempat dan keadaan. Tidak ada syarat yang dapat dihilangkan tampa menyebabkan berubahnya akibat.
2.      Teori dari Traeger
Traeger memberi ajaran yang berlainan sekali dengan ajaran Van Buri. Ia mengatakan perbedaan antara rangkaian-rangkaian perbuatan itu harus dicari yang manakah yang menimbulkan akibat yang dilarang dan ancam dengan hukuman oleh undang-undang.
Menurut ajaran ini, maka ia tidak menganggap rangkaian perbuatan itu sebagai syarat daripada timbulnya akibat, akan tetapi ia membedakan syarat dan alas an, dimana untuk mencari satu masalah tersebut traeger mengemukakan dua teori :
1)    Teori yang mengindividualisir adalah dalam mencari, satu masalah dari rangkaian perbuatan tersebut, maka didasarkan pada keadaan yang nyata yang menyebabkan akibat yang timbul. Jadi ajaran ini mendasarkan pada in concreto.
2)    Teori yang menggeneralisir adalah ajaran ini menentukan sebab daripada  akibat yang timbul, dengan mencari ukuran dengan perhitungan pada umumnya yang berarti ukuran itu ditentukan  in abstrakto.
jadi setelah sesuatu akibat timbul, dicarilah sebabya dari rangkaian-rangkaian perbuatan itu, yang menimbulkan akibat dalam pada mana dipergunakan perhitungan yang layak sebagai penyebab tibulnya akibat.
Akan tetapi, dari perumusan teori Traeger tersebut kita belum mempunyai pegangan yang kuat untuk menentukan sebab daripada akibat yang timbul.
Oleh karena itu, beberpa sarjana hukum mengemukakan teori yang lain adalah sebagai berikut :
1.      Pendukung teori yang mengindividualisir
a.       Brikmayer : ia dengan teorinya de meest werzame factor, menurut sarjana ini untuk mencari satu masalah yang didasarkan pada faktor yang terbesar sebagai sebab timbulnya akibat.
b.      Binding dan Kohler : menurutnya untuk mencari suatu masalah dari rangkaian perbuatan sebagai penyebab timbulnya akibat maka didasarkan kepada perbuatan yang terpenting dan seimbang sebagai penyebab timbulnya akibat.
Guna lebih menjelaskan ajaran ketiga sarjana tersebut di atas, di bawah ini akan dikemukakan keterangan Vos mengenai ajaran-ajaran ketiga sarjana  tersebut, yaitu sebagai golongan pengikut teori yang mengindividualisir termasuk :
a.       Teori dari meist wirk same bedingungdari Brikmayer:
sebab adalah yang dalam concreto yang paling memberikan akibat. Contohnya dua ekor kuda yang menarik kereta, yang palingkuat adalah yang terlebih dahulu menyebabkan bergeraknya kereta itu.
b.      Teori dari Binding :
Syarat adalah sebab, yang merupakan pokok dari syarat di atas negative. Yang dimaksud oleh Binding disini bukanlah terakhir adalah sebab akan tetapi bila tiap peluru ikut diperhitungkan juga, maka kita akan kembali lagi pda ajran Van Buri.
c.       Teori dari Kohler : syarat adalah sebab yang menentukan bagi die arts des werdens. Kesulitan teori ini adalah bila berbagai syarat setingkt pentingnya, umpama seseorang yang peka terhadap racun, yang bila dimakan orang dalam jumlah tertentu pada umumnya tidak menyebabkan kematian. Maka kepekaan yang berlebihan ini adalah lebih menentukan daripda racunnya.
Demikian pendapat Vos mengenai teori yang mengindividualisir.
2.      Pendukung teori yang menggeneralisir
a. Von Kries : teori yang terkenal adalah Adequate Theorie dengan teorinya tersebut ia mengajarkan perbuatan yang harus dianggap sebagai sebab daripada akibat yang timbul, adalah perbuatan yang seimbang dengan akibat. Jika ditinjau Adequate Theorie seperti yang diajarkan Von Kries ini, maka yang harus dianggap sebagai timbulnya akibat adalah perbuatan yang seimbang dengan akibat dan menurut perhitungan yang layak ia mengetahui bahwa perbuatannya dilarang dengan UU. Jika ajaran ini kita tinjau lebih dalam guna menentukan perbuatan atau masalah sebagai sebab akibat yang timbul, dipergunakan perhitungan yang abstrak.
b. Rumelin : ia menganut teori yang menggeneralisir, menurut ia untuk mencari sebab  timbulnya akibat dari rangkaian perbuatan yang didasarkan pada perhitungan yng layak, akan tetapi menurut Rumelin perhitungn yang layak si pelakunya tidak hanya harus mengetahui, akan tetapi juga kemudian baru mengetahui bahwa perbuatannya akan menimbulkan akibat yang terlarang. Dalam ajarannya ini Rumelin berpendapat, bahwa yang harus diperhitungkan itu bukan saja masalah-masalah yang kemudian akan diketahui dari sudut-sudut subyektif tapi juga masalah-masalah yang akan diketahui dari sudut obyektif.
c.  Simons : pendapat Simons adalah di tengah-tengah pendapat Von Kries dan Rumelindimana yang dimaksud perhitungan yang layak menurut Simons haruslah memerhatikan :
1.     Masalah yang diketahui si pembuat sendiri.
2.     Dan disamping itu juga memperhitungkan masalah yang diketahui umum, walaupun tidak dikenal oleh si pembuat sendiri cukup umum mengetahui.

Hubungan Ajaran Causalitas dengan Omissi Delic  
Tidaklah mengalami suatu kesukaran oleh barang siapa melanggar suatu keharusan yang telah dirumuskan dalam hukum pidana. Mosalnya dalam pasal 522 KUHP , menurut pasal ini barang siapa yang diharuskan untuk memberikan kesaksian dimuka pengadilan ia tidak dating dengan alas an yang sah, maka ia telah memenuhi rumusan dalam pasal 522 KUHP Tersebut, yaitu melanggar suatu keharusan dan iya telah diancam dengan pidana. Berlainan halnya ajaran causalitas dengan delik formal dan delik materiil. Dengan delik formal dan delik materiil yang ditelaah adalah kelakuan positif ( berbuat sesuatu ) yang menimbulkan akibat terlarang. Akan tetapi didalam oneigenlijke delict yang dipersoalkan adalah berkenaan dengan kelakuan positif atau tidak berbuat sesuatu.
            Menurut prof.Moeljatno, hubungan kausalitas dalam hukum pidana adalah bersifat logika, oleh karena itu yang dipersoalkan bukanlah suatu suatu keadaan akan menimbulkanakibat, akan tetapi apakah sesuatu itu akan timbul apabila tidak ada yang merintangi.
            Oleh karena itu, dalam mempersoalkan ajaran perihal kausalitas oneigenlijke delict para sarjana mengemukakan teori sebagai berikut:
1.      Teori perbuatan positif pada saat akibat timbul atau theorie van het anders foen.
2.      Teori perbuatan yang mendahului akibat atau  theorie van het anders afgaande.
3.      Teori tidak berbuat sedangkan berdasarkan kewajiban ia harus berbuat.

Kesimpulan mengenai causalitas dalam hal tidak berbuat: sekarang tidak ada persoalan lain, bahwa tidak perbuatan itu dapat menjadi sebab daripada suatu akibat. Tindak berbuat sebenarnya juga merupakan perbuatan, dalam delik commisionis per ommissionem commisa (delik ommisi yang tidak sesungguhnya) “ tidak berbuat sama sekali” akan tetapi” tidak berbuat sesuatu”, yang diharapkan untuk diperbuat atau dilakukan, maka dengan pengertian ini hal “tidak berbuat” dalam arti dapat menjadi syarat untuk terjadinya suatu akibat.