Mengapa Shalat Jumat Dapat Terjadi? Bagaimana Sejarahnya?

Mengapa salat Jumat dapat terjadi? Bagaimana sejarahnya?
Dahulu pada masa jahiliyah, dari Senin-Kamis, orang-orang bekerja dan mencari uang. Nah, pada hari berikutnya, mereka saling berkumpul di sekitar kabah untuk berbangga-bangga atas hal kerja dan uang yang mereka kumpulkan. Hari itu disebut dengan Hari Kebanggan / Hari Berbangga-bangga.
Ingin Link Grup Whatsapp Anda Disini, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Subscribe, Klik Contact Ya 

Ingin Nambah Follower IG, Klik Contact Ya
Kemudian, setelah umat muslim sampai di Madinah, mereka ingin sebuah hari untuk berkumpul juga. Nasrani memiliki waktu berkumpul hari Minggu sedangkan Yahudi memiliki waktu ibadah hari Sabtu. Maka, dipilihlah hari tertentu oleh Muslim untuk berkumpul.

Tapi, jika orang jahiliyah berkumpul untuk berbangga-bangga atas hasil kerja mereka, tidak demikian dengan Muslim. Muslim tidak menamakan hari itu dengan Hari Berbangga-bangga, tapi menamainya dengan Hari Jumat. Kata “Jumat” berasal dari Jamaah, artinya ‘berkumpul’. Lalu disyariatkanlah shalat Jumat (makanya shalat Jumat wajib ditunaikan berjamaah, sesuai dengan nama harinya, yaitu hari Jumat).

Artinya, jika orang jahiliyah berkumpul di Hari Kebanggaan untuk sekadar berbangga-bangga dan bersombong-sombong, umat muslim harus berbeda. Muslim berkumpul di Hari Jumat justru untuk beribadah, menundukkan diri, berdoa kepada Allah, berterima kasih atas segala nikmat yang telah Ia berikan selama Senin-Kamis sehingga umat Muslim bisa bekerja untuk mencari nafkah. Bahkan, setelah shalat Jumat, Muslim diperintahkan untuk bekerja kembali, bukannya malah malas-malasan. Oleh karenanya ayat yang turun tentang shalat Jumat berbunyi begini,

“Sebelumnya, Allah subhanahu wa ta’ala melarang mereka untuk bekerja (apabila adza telah berkumandang) dan memerintahkan mereka untuk berkumpul melaksanakan shalat Jum’at. Maka setelah selesai shalat, Allah subhanahu wa ta’ala mengidzinkan mereka untuk bertebaran di muka bumi dan mencari karunia-Nya.”

‘Irak bin Malik radhiyallohu ‘anhu, ketika selesai shalat Jum’at, dia pergi dan berdiri di depan pintu masjid seraya berdo’a,

“Ya Allah, saya telah memenuhi panggilan-Mu, menunaikan kewajiban-Mu dan bertebaran (untuk mencari karunia-Mu), sebagaimana yang Engkau perintahkan kepadaku, maka limpahkanlah karunia-Mu kepadaku karena Engkau-lah sebaik-baik Pemberi rizki.” Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Pada masa jahiliyah, disebutnya adalah Hari Kebanggan, karena mereka berkumpul di sekitar Kabah, berbangga diri dan saling sombong atas harta yang mereka kumpulkan di Senin-Kamis. Pada masa Islam, Hari Kebanggan diganti dengan Hari Jumat (berkumpul). Bedanya, muslim berkumpul untuk merendahkan diri, berdoa, silaturahmi, dan bersyukur dengan adanya Shalat Jumat.