
Ingin Link Grup Whatsapp Anda Disini, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Subscribe, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Follower IG, Klik Contact Ya
Pada saat era
melemahnya Khilafah Dinasti Abbasiyah, terjadi suatu peristiwa berdarah di
Baghdad. Ya, pembantaian seluruh penduduk muslim Baghdad oleh pasukan Hulagu
Khan dari Mongol.
Peristiwa
tersebut terjadi pada tahun 1258 M atau 656 H. Pada saat itu pasukan Mongol
dibawah pimpinan Hulagu Khan melakukan ekspedisi ke wilayah Timur Tengah,
termasuk Kota Baghdad .
Dinasti
Abbasiyah merupakan kekhalifahan islam kedua yang berkuasa di Baghdad (Ibu Kota
Irak saat ini). Bani Abbasiyah yang mendirikan Dinasti tersebut merupakan
keturunan dari paman Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa sallam, Abbas bin Abdul
Muthalib. Pada saat era Dinasti Abbasiyah, sumber ilmu pengetahuan berkembang
pesat khususnya pada saat era kepemimpinan Khalifah Harun-ar-Rasyid (786–908 M)
dan puteranya al-Ma’mun (813–833 M). Pada saat era tersebut berkembangnya ilmu
mengenai sosial, kedokteran, farmasi, pendidikan dan lain sebagainya,
menjadikan Dinasti Abbasiyah berada pada zaman keemasannya.
Namun seiring
dengan berjalannya waktu, hal tersebut tidak membuat Daulah Abbasiyah tetap
menjadi khilafah yang adidaya. Pada saat era Khalifah Al-Musta’sim, mulailah
terjadi konflik internal di kalangan bangsawan yang saling memperebutkan
kekuasaan dan penyakit wahan (cinta dunia dan takut mati) yang menjangkit
dikalangan para penguasa, sehingga penguasa tidak mempunyai kewibawaan terhadap
rakyatnya.
Pemimpin Dinasti
Abbasiyah waktu itu adalah Khalifah Al-Musta’sim, pemimpin yang dikenal
pemurah, penyabar dan taat beragama. Namun, al-Musta’sim kurang jeli dalam
mengurusi pemerintahan. Beliau terlalu mengandalkan menterinya yaitu Muayiddin
Al-alqami Ar-Rafidhi (Syiah Rafidhah) dalam mengurusi pemerintahan.
Tak pernah
terpikirkan dalam benak Khalifah Al-Musta’sim, bahwa menteri inilah yang
memulai penghianatan terhadap Dinasti Abbasiyah secara diam-diam. Menteri
Muayiddin membocorkan informasi rahasia kepada Pasukan Mongol mengenai kekuatan
Dinasti Abbasiyah. Dia ingin agar Dinasti Abbasiyah punah, kemudian bisa
mendirikan kerajaan Islam yang dikuasai oleh keturunan Ali.
Sebelum pasukan
Mongol menyerang Baghdad, pasukan Mongol terlebih dahulu telah menguasai
wilayah Bukhara, Samarkand, Khurasan, Ray, Hamadzan, sebagian wilayah Irak,
Azerbaijan, Darband Syarwan, Lan, Lakz, Qafjaq, dan wilayah lain di sekitar
wilayah Dinasti Abbasiyah. Bangsa Mongol adalah bangsa yang fasis, mereka
membunuh banyak orang yang dibencinya, dan menghancurkan apa saja yang
dilewatinya.
Setelah
kekaisaran Mongol menguasai daerah sekitar Baghdad, mulai pasukan Mongol menuju
Baghdad dan tiba di sana pada tahun 656 H. Dinasti Abbasiyah sempat menghadang
pasukan Mongol dengan pasukannya, namun hal tersebut tidak menjadi masalah bagi
pasukan Mongol. Pasukan Mongol dengan enteng berhasil mengalahkan pasukan
Dinasti Abbasiyah.
Pada 10 Muharram
656 H, pasukan Hulagu Khan memasuki Ibu Kota Baghdad tanpa mendapatkan
perlawanan. Sang menteri menasehati Khalifah Al-Musta’sim agar bertemu dengan
para petinggi Pasukan Mongol untuk mengadakan kesepakatan damai.
Namun ternyata
itu hanya tipu daya dari sang menteri dan pasukan Mongol. Khalifah Al-Musta’sim
berhasil ditangkap, kemudian pasukan Mongol melakukan pesta pembantaian seluruh
rakyat muslim Daulah Abbasiyah, bagi yang melawan maupun tidak melawan.
Khalifah pun
dibiarkan hidup untuk mendapatkan siksaan batin, menyaksikan putra-putranya
dibunuh, putri, permaisuri dan saudarinya ditawan dan diperkosa, ulama dan
ilmuwan dibunuh, dan seluruh pembantaian orang muslim oleh bangsa Mongol, tak
peduli mereka adalah anak-anak, wanita atau bahkan lansia. Umat Nasrani
yang menyaksikan pembantaian tersebut sampai tak kuat melihatnya, konon katanya
saluran selokan air sampai berwarna merah darah, mayat-mayat ditusuk dan
dipajang di pinggiran jalan. Diperkirakan jumlah orang tewas sampai menyentuh
angka dua juta orang. Selama 40 hari api tak pernah padam di Baghdad,
sampai-sampai malam harinya pasukan Mongol tidur di luar Kota Baghdad, karena
tak kuat dengan bau busuk mayat-mayat di dalam Kota Baghdad.
Kita tentu tahu
apa yang dirasakan oleh Khalifah. Khalifah Al-Musta'sim sangat terpukul,
hatinya hancur dan tak sanggup lagi hidup untuk melihat kebiadaban dan
pembantaian di depan matanya sendiri.
Setelah khalifah
mendapatkan siksaan batin menyaksikan umat muslim dibantai, putra-putranya dibunuh,
putri, permaisurinya ditawan dan diperkosa, ulama dan menteri dibunuh, maka
tibalah giliran Khalifah untuk dieksekusi. Awalnya Khalifah mau dieksekusi
dengan cara dipenggal, namun para petinggi Mongol tidak setuju. Mereka berpikir
bahwa eksekusi khalifah harus dilakukan dengan cara yang istimewa, yaitu
dibunuh tanpa menumpahkan darah.
Setelah itu
dilakukanlah eksekusi Khalifah Al-Musta’sim. Khalifah Al-Musta’sim dibungkus
dan digulung dengan karpet, kemudian kuda-kuda pasukan Mongolpun dikerahkan untuk
menginjak-nginjak sang khalifah hingga tewas mengenaskan.
Di lain pihak,
menteri khalifah yang berkhianat, meminta kepada para petinggi Mongol untuk
menjadikan dia sebagai pemimpin di wilayah Baghdad. Namun ternyata para
petinggi Mongol menolaknya. Menteri tersebut dijadikan budak dan ujung-ujungnya
juga tewas mengenaskan.
Kekhalifahan
adalah sistem pemerintahan berdasarkan ajaran syariat Agama Islam. Dalam Bahasa
Sanskerta “A” berarti tidak, sedangkan “gama” berarti kacau. Agama
didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak kacau atau membawa kedamaian. Dimana
terdapat agama, pasti terdapat kaum lain yang suka berbuat kacau atau “gama”,
contohnya adalah pasukan Mongol. Jadi, mendirikan khilafah yang berlandaskan
agama itu sama saja menampakkan diri terhadap musuh yang suka berbuat kacau
atau “gama”. Jangan sekali-kali membangun sistem khilafah kalau masyarakatnya
saja lemah dalam segi agama, pendidikan, dan ketahanan. Hal tersebut layaknya
seperti menyerahkan diri terhadap musuh untuk dibunuh, seperti yang dialami
oleh Dinasti Abbasiyah.