Ingin Link Grup Whatsapp Anda Disini, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Subscribe, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Follower IG, Klik Contact Ya
Di masyarakat kita, terutama di kalangan tradisionalis, istilah
Ahlus Sunnah wal Jamaah cukup populer. Sayang, istilah ini tidak jarang memicu
konflik horisontal karena masing-masing orang/kelompok mengklaim Ahlus Sunnah
dan menuduh yang lain bukan Ahlu Sunnah—bahkan sesat—hanya karena perbedaan
dalam masalah-masalah furû‘iyyah (cabang). Jika demikian, siapakah sebetulnya
yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah?
Ahlus Sunnah wal Jamaah, secara harfiah, berarti orang yang
berpegang dan mengikuti tuntunan dan kelompok Nabi saw. Sebab, secara harfiah
sunnah berarti _tharîqah_ (tuntunan), _maslak_ (rute yang dilalui) dan _mawrid_
(sumber air); [1] juga bisa berarti _tharîqah mahmûdah mustaqîmah_ (tuntunan
yang terpuji dan lurus). Karena itu, Fulan disebut Ahlus Sunnah, maksudnya
adalah orang yang menjadi pengikut tuntunan yang terpuji dan lurus [2]. Mereka
inilah yang juga disebut _ahl al-haq_ (pengikut kebenaran), lawan dari _ahl
al-ahwa’_ (pengikut hawa nafsu) [3].
Ahlus Sunnah juga bisa berarti orang yang mengikuti sunnah Nabi
saw., lawan dari _ahl al-bid‘ah_. Hanya saja, penggunaan istilah Ahlus Sunnah
kemudian mengalami reduksi sedemikian rupa setelah istilah ini diadopsi oleh
Ahli Kalam hingga hanya berlaku untuk tiga kelompok yang menjadi pengikut: Maturidi,
Asy’ari, Thahawi; ditambah Salafi (pengikut Ibn Taimiyah). Prof. Rawwas Qal’ah
Ji, misalnya, dalam _Mu‘jam Lughât al-Fuqahâ’_ menyatakan, bahwa Ahlus Sunnah
adalah orang-orang yang dalam berakidah terikat dengan al-Quran dan as-Sunnah,
bukan pandangan para filosof. Mereka kembali kepada tiga kelompok, yaitu para
pengikut Maturidi al-Hanafi (w. 333 H), para pengikut Asy’ari (w. 330 H) dan
pengikut Salafi yang digagas oleh Ibn Taimiyah (w. 728 H) [4].
Karena itu, istilah Ahlus Sunnah telah mengalami transmisi dari
istilah umum untuk semua orang—termasuk mazhab yang mengikuti tuntunan Nabi
saw. dan para Sahabat—menjadi istilah khas; hanya dibatasi untuk mazhab
tertentu dalam akidah, fikih dan _siyâsah_. Dulu orang-orang NU, misalnya,
mengklaim dirinyalah Ahlus Sunnah, karena mereka menggariskan akidahnya
mengikuti Asy’ari dan Maturidi. Mereka menganggap Muhammadiyah bukan Ahlus
Sunnah karena tidak mengikuti kedua mazhab tersebut. Sebaliknya, Muhammadiyah
pernah menganggap orang-orang NU sebagai _ahl al-bid‘ah_, dan karenanya tidak
layak disebut Ahlus Sunnah; yang layak disebut Ahlus Sunnah hanya orang-orang
Muhammadiyah. Klaim seperti ini bisa terjadi, karena masing-masing membangun
klaim dengan pijakan dan paradigma yang berbeda. Satu pihak menganggap Ahlus
Sunnah sebagai mazhab tertentu sehingga siapa saja yang tidak mengikuti mazhab
tersebut dianggap bukan Ahlus Sunnah. Pihak lain menganggap Ahlus Sunnah bukan
sebagai mazhab tertentu, tetapi sebagai tuntunan Nabi saw. yang harus diikuti,
sehingga siapa saja yang menyimpang dari tuntunan tersebut disebut _ahl
al-bid‘ah_, bukan Ahlus Sunnah. Dengan kata lain, Ahlus Sunnah menurut
Muhammadiyah adalah istilah umum, bukan khusus untuk mazhab tertentu.
Sebaliknya, menurut NU, Ahlus Sunnah adalah istilah khas, yang merujuk pada
mazhab tertentu.
Dalam teori usul fikih, istilah tersebut bisa dikategorikan
sebagai _haqîqah ‘urfiyyah_ (makna hakiki menurut konvensi). Ada yang
_khâshash_, atau konvensi tertentu, seperti konvensi Ahli Kalam, sehingga
istilah tersebut disebut _haqîqah ‘urfiyyah khâshah ‘inda al-mutakallimîn_.
Namun, ada juga yang bersifat _‘âmmah_, atau konvensi umum, sehingga bisa
disebut _haqîqah ‘urfiyyah ‘âmmah_. Nah, dalam kasus NU dan Muhammadiyah, bisa
disimpulkan, bahwa NU menggunakan istilah tersebut dalam konteks _haqîqah
‘urfiyyah khâshah_, sementara Muhammadiyah menggunakannya dalam konteks
_haqîqah ‘urfiyyah ‘âmmah._
Karena itu, Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan, bahwa sifat orang
Mukmin yang disebut Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah:
"Siapa saja yang bersaksi, bahwa tidak ada tuhan melainkan
hanya Allah Swt., tiada sekutu bagi-Nya, serta Muhammad saw. adalah hamba dan
Rasul-Nya.”
Post a Comment