x9iXyGPMXQeKKlpX8lac8UjwJ5Wv9XduLyNcwRkJ

Hukum Adat Kekerabatan yang Perlu Dipelajari Oleh Keluarga Besar

Hukum Adat Kekerabatan dan Hukum Adat Kekeluargaan
Ada beberapa hal yang dibahas dalam masalah Hukum Adat Kekeluargaan diantaranya adalah Kedudukan Pribadi, Keturunan, Hubungan Anak dengan Orang Tua, Akibat yang Timbul dari Hubungan Antara Anak dengan Orang Tua, Hubungan Anak dengan Keluarga, Anak Tiri, Memelihara Anak Yatim, dan Mengangkat Anak/Adopsi.
Ingin Link Grup Whatsapp Anda Disini, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Subscribe, Klik Contact Ya 

Ingin Nambah Follower IG, Klik Contact Ya
Kedudukan Pribadi
Sebenarnya dalam setiap pribadi manusia memiliki nilai-nilai yang sama seperti nilai hidup, kemerdekaan, kehormatan dan sebagainya. Tetapi Adat ataupun Agama menjadikan setiap individu manusia memiliki nilai yang tidak sama.
Didalam agama hindu dibedakan antara Golongan atau lajimnya disebut Kasta diantaranya yaitu: Brahmana (Keturunan Pendeta, orang yang mengabdikan dirinya dalam urusan bidang spiritual ; sulinggih, pandita dan rohaniawan. disandang oleh para Pribumi), Ksatria (Keturunan Bangsawan, para kepala dan anggota lembaga pemerintahan. Seseorang yang menyandang gelar ini tidak memiliki harta pribadi semua harta milik negara.), Waisya (orang yang telah memiliki pekerjaan dan harta benda sendiri petani, nelayan), Sudra (pelayan bagi ketiga kasta di atasnya.), Kaum Paria (Golongan orang rendahan yang tugasnya melayani para Brahmana dan Ksatria.), dan Kaum Candala (Golongan orang yang berasal dari Perkawinan Antar Warna, bangsa asing).
Dengan adanya perbedaan pribadi seseorang di dalam kehidupan masyarakat, maka berbeda pula hak-hak dan kewajiban serta kewenangannya dalam kemasyarakatan hukum adatnya.

Keturunan
Keturunan adalah merupakan unsur essensiel serta mutlak bagi sesuatu clan (Suku) atau kerabat yang menginginkan dirinya tidak punah, yang menghendaki supaya ada generasi penerusnya. Oleh karena itu, maka apabila ada sesuatu clan atau suku ataupun kerabat merasa khawatir akan menghadapi kenyataan tidak memiliki keturunan, clan atau suku ataupun kerabat ini pada umumnya akan melakukan pemungutan anak (adopsi) untuk menghindari kepunahannya, atau bahkan berdasarkan persetujuan istrinya seorang suami akan diizinkan menikah lagi untuk mendapatkan keturunannya.

Hubungan Anak dengan Orang Tua
Anak kandung memiliki kedudukan yang penting dalam keluarga yaitu: sebagai penerus generasi, sebagai pusat harapan orang tuanya dikemudian hari, sebagai pelindung orang tua kemudian haris apabila orang tuanya sudah tidak mampu baik secara fisik ataupun orang tuanya tidak mampu bekerja lagi.
Oleh karena itu, sejak anak itu masih dalam kandungan hingga ia dilahirkan, kemudian dalam pertumbuhan selanjutnya, dalam masyarakat adat diadakan banyak upacara-upacara adat yang sifatnya relegio-magis serta penyelenggaraannya berurut-urutan mengikuti perkembangan fisik anak yang semuanya itu bertujuan melindungi anak beserta ibunya dari segala macam bahaya dan gangguan-gangguan serta kelak anak dilahirkan, agar anak tersebut menjadi seorang anak dapat memenuhi harapan orang tuanya.
Wujud upacara setiap daerah berbeda satu dengan daerah yang lainnya. Misalnya upacara-upacara daerah Priangan, masyarakat adat Priangan mengadakan upacara secara kronologis sebagai berikut :
a. Anak masih dalam kandungan : bulan ke 3, 5, bulan ke 7 dan ke 9, dan pada bulan ke 7 upacara adat khusus disebut “Tingkep”.
b. Pada saat lahir : penanaman “bali” atau kalau tidak ditanam diadakan upacara penganyutan ke laut.
c. Pada saat “tali ari” diputus, diadakan sesajen dan tali ari yang diputus disimpan di dalam “gonggorekan”-nya (kantong obat), serta pada saat itu juga pemberian nama kepada bayi.
d. Setelah anak berumur 40 hari, upacara cukur yang diteruskan dengan upacara “nurunkeun” (pertama kalinya kaki bayi disentuhkan pada tanah).
Disamping itu, juga sangat diperhatikan hari-hari kelahiran anak, misalnya anak lahir pada hari kamis, maka tiap hari kamis diadakan “sesajen” demi keselamatan anak.

Akibat yang Timbul dari Hubungan Antara Anak dengan Orang Tua
Ada beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dari adanya hubungan keluarga antara anak dengan orang tuanya. Akibatnya itu antara lain larangan perkawinan antara orang tua dengan anak dikarenakan dapat merusak keturunan serta akan mendapatkan hukuman dari agama atau adatnya, kemudian akibat lainnya adalah terciptanya kewajiban saling memelihara atau hak alimentasi dan hak waris terhadap orang tuanya.

Hubungan Anak dengan Keluarga
Dalam hubungan anak dengan keluarga posisi anak akan mengikuti adat didaerahnya. Mengikuti adat didaerah maksudnya adalah setiap anak akan diakui berdasarkan garis keturunan yang diambil dari ibu (Matrilineal) atau bapaknya (Patrilineal) ataupun juga berdasarkan masyarakat bilateral.
Pada masyarakat yang mengakui adanya garis keturunan bapak (Patrilineal) maka posisi anak akan lebih dekat dengan kekerabatan ayahnya. Kemudian selain itu biasanya dibelakang nama anak tersebut akan terdapat nama marga atau clan ayahnya.
Pada masyarakat bilateral hubungan anak dengan pihak bapak maupun ibunya adalah sama eratnya atau sama derajatnya. Sehingga dalam susunan bilateral ini maka mengenai larangan perkawinan, warisan, kewajiban memelihara dan lain-lain hukum terhadap kedua belah pihak keluarga adalah sama.

Anak Tiri
Pengertian anak tiri adalah anak kandung yang dibawa oleh suami atau isteri dari perkawinan sebelumnya ke dalam perkawinan berikutnya, sehingga salah seorang dari mereka menyebut anak itu sebagai anak tiri. Hubungan antara anak tiri dengan orangtua tirinya tidak ada bedanya dengan hubungan antara anak kandung dengan orangtua kandungnya. Orangtua tiri berkewajiban untuk merawat, mendidik dan memenuhi semua kebutuhan anak tirinya sampai dewasa. Begitupun sebaliknya, anak tiri mempunyai kewajiban untuk menghormati dan merawat orangtua tirinya sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, maka kan timbul permasalahan apabila kelak orangtua tirinya meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan. 
Dengan keberadaan anak tiri di dalam keluarga Jawa maka oleh hukum adat diatur hak-hak anak tiri dalam mewarisi harta kekayaan orangtua tirinya. Hal ini diatur di dalam hukum adat karena tidak jarang didalam masyarakat sering terdapat perebutan harta warisan antara anak kandung dengan anak tiri. Hukum adat Jawa mengatur bahwa anak tiri tidak dapat mewarisi harta orangtua tirinya walaupun kedudukan anak tiri sama dengan anak kandung, namun anak tiri tetap dapat menikmati harta warisan yang menjadi bagian dari orangtua kandungnya (janda atau duda dari orangtua tirinya). Selain itu, anak tiri dapat mewarisi dari orangtua kandungnya.

Memelihara Anak Yatim
Anak yatim (Piatu) merupakan anak dari seseorang dari keluarga lain baik kerabat maupun yang tidak memiliki kekerabatan yang ditinggal meninggal oleh kedua orang tuanya. Anak yatim adalah seorang anak yang ditinggal mati oleh ibunya sedangkan piatu yang ditinggal mati oleh ayahnya.

Mengangkat Anak/Adopsi
Mengangkat Anak atau yang lajimnya sering disebut adopsi adalah suatu perbuatan dimana anak orang lain menjadi anak seseorang yang seolah-olah mempunyai ikatan secara biologis setelah proses pengangkatan yang dilakukan secara langsung dan tunai. 
“Anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat dikarenakan tujuannya untuk melangsungkan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga