
Ingin Link Grup Whatsapp Anda Disini, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Subscribe, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Follower IG, Klik Contact Ya
Sebutan negara
adidaya biasanya bermakna penguasaan teknologi dan/atau kekuatan militer.
Keduanya berasal dari sumber yang sama: daya pikir dan tingkat inteligensia
suatu bangsa atau kaum dan cara mengolah sistem kemasyarakatan untuk kemajuan
bersama. Jika kita membicarakan negara adidaya, secara otomatis kita menunjuk
pada Amerika Serikat (dan Rusia, Inggris, Jerman, Jepang).
Keadidayaan
suatu bangsa pada umumnya memang berbanding lurus dengan tingkat inteligensia
suatu bangsa secara rata-rata, yang ditopang oleh keadaan politik dan sosial
bangsa tersebut. Contohnya kedua Korea. Secara rumpun mereka benar-benar satu
bangsa. Namun keadaan sosial politiknya membuat kedua negara ini berbeda bagai
bumi dan langit. Rakyat di Korea utara kelaparan. Sementara Korea selatan
berjaya dengan kecanggihan teknologi, setara bahkan akan mengalahkan Jepang
sekalipun.
Amerika memulai
sejarahnya dengan kemerdekaan dari Inggris, kemudian dengan penemuan-penemuan
teknologi industri di Eropa, ikut bergerak maju bersama perlahan tapi pasti.
Indonesia selama
ini sulit menjadi adidaya karena faktor historis yang sangat panjang di bawah
penjajahan bangsa Eropa dan sampai sekarang ada beberapa faktor lain yang terus
menghambat.
Kemajuan suatu
bangsa dalam teknologi mengharuskan adanya pionir-pionir dalam industri yang
juga kuat ditopang dengan finansial yang cukup. Di Indonesia hampir tidak ada
pionir-pionir di bidang industri. Sampai sekarang.
Perusahaan
konglomerat yang sangat kuat semacam Astra, perusahaan yang sangat besar dan
kaya seperti Sampoerna (dan perusahaan rokok yang kaya lainnya), sangat-sangat
konservatif dalam berbisnis. Mereka hanya tertarik pada profit, bukan kemajuan.
Astra boleh mempunyai industri otomotif yang bisa dibilang terbesar di Asia
Tenggara, namun industri otomotif perusahaan ini hanyalah sebagai “tukang
jahit” dari perusahaan otomotif di Jepang.
Penguasaan
teknologi selalu harus ditopang oleh tiga kaki: kebutuhan akan teknologi
(industri) dan penyedia/pelaku riset (universitas dan lembaga riset lainnya).
Tanpa keduanya, masing-masing akan berjalan dengan pincang. Dan kaki yang
ketiga adalah dana.
Penciptaan
kedigdayaan suatu negara bergantung akan ketiga hal tersebut. Di segala bidang.
Saya tidak membatasi bidang di dalam industri hardware canggih seperti otomotif
dan dirgantara saja. Melainkan semuanya: dari industri pertainan, perikanan,
konstruksi, tekno biologi, perbankan dan lain-lain.
Semakin banyak
kebutuhan akan barang yang diciptakan oleh suatu teknologi baru, maka akan
bermunculan pula industri-industri kecil lain yang menopangnya. Dan akan tumbuh
pula permintaan akan orang-orang yang berkompeten dalam bidang tersebut
(lulusan universitas, lulusan politeknik/D3, lulusan SMK sebagai operator,
dll).
Semakin banyak
tenaga SDM terdidik yang terserap dalam kegiatan tersebut → semakin terbuka
lapangan kerja → upah semakin tinggi → semakin kuat daya beli → pasar yang
semakin luas dan dalam → kebutuhan teknologi semakin tinggi, demikian terus
siklus berputar sehingga secara keseluruhan tingkat kebudayaan dan
kesejahteraan suatu bangsa akan meningkat. Pada abad 19 dan awal abad 20,
bangsa-bangsa lain seperti Amerika dan Eropa dapat menikmati siklus ini secara
lokal dalam suatu negara, sehingga dalam skala nasional suatu negara mereka
bisa meningkat bersama secara alamiah dan organik.
catatan: ingat,
kata “kebudayaan” berasal dari dua kata “budi” & “daya”. Jadi tingkat
kebudayaan suatu bangsa bergantung dari hasil budi daya yang dilakukan oleh
bangsa tersebut.
Kembali lagi ke
sejarah, Amerika memiliki iklim yang sangat menunjang pada abad 18 dan abad 19
untuk mengembangkan secara penuh kemampuan yang mereka miliki.
Saat ini dunia
sudah semakin kompleks. Semua negara dan bangsa sangat terkait dan
interdependent satu sama lain. Sudah sangat terlambat untuk mengembangkan
sendiri mesin jet turbofan untuk pesawat. Sudah sangat terlambat untuk membuat
sendiri mesin diesel pembangkit listrik, dan lain-lain.
Namun perubahan
teknologi yang sangat-sangat cepat juga membuka kesempatan untuk melompat masuk
tiap saat dimulainya teknologi baru dan ikut bertarung bersama bangsa lain.
2010 - 2020 : EV
Electric Vehicle (HEV, PHEV, BEV), energi terbarukan yang efisien (tenaga
surya, angin)
2020 - 2030 :
Artificial Intelligence, Machine Learning, peningkatan efisiensi energi
terbarukan, Internet of Things, interconnected everything.
2030 - 2040 :
lokalisasi dan miniaturisasi dari pemenuhan kebutuhan sehari-hari: urban
farming (di tiap rumah), self sufficient house energy supply (solar energy),
tribalisasi komunitas.
Pada tahun 2040
ke atas, bergantung dari pencapaian tingkat teknologi dari battery (energy
density), maka pemilik teknologi tertinggi (baca: Amerika) akan menentukan
apakah dunia akan menuju milestone berikutnya: dunia berbasis energi terbarukan
dengan ditunjang oleh teknologi baterai yang memadai (energy density yang cukup
untuk dipakai secara ekonomis di dunia penerbangan) atau melompat ke teknologi
lain yang saat ini hanya dimiliki oleh Amerika dan belum diketahui oleh
masyarakat internasional: antigravity technology.