x9iXyGPMXQeKKlpX8lac8UjwJ5Wv9XduLyNcwRkJ

Karakteristik Tunanetra dalam Aspek Sosial, Emosional dan Perilaku

Karakteristik Tunanetra dalam Aspek Sosial, Emosional dan Perilaku
Karakteristik Tunanetra dalam Aspek Sosial, Emosional dan Perilaku
Ingin Link Grup Whatsapp Anda Disini, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Subscribe, Klik Contact Ya 

Ingin Nambah Follower IG, Klik Contact Ya
Karakteristik tunanetra dalam aspek sosial dan emosional

Bayangkan keterampilan sosial yang biasa anda lakukan sehari-hari sekarang ini. Apakah seseorang mengajarkan kepada anda bagaimana anda harus melihat kepada lawan bicara anda ketika anda berbicara dengan orang lain, bagaimana anda menggerakan tangan ketika akan berpisah dengan orang lain, atau bagaimana anda melakukan ekspresi wajah ketika melakukan komunikasi nonverbal? Dalam hal seperti itu mungkin jawabannya tidak. Perilaku sosial secara tipikal dikembangkan melalui observasi terhadap kebiasaan dan kejadian sosial serta menirunya. Perbaikan biasanya dilakukan melalui penggunaan yang berulang-ulang dan bila diperlukan meminta masukan dari orang lain yang berkompeten. Karena tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan menirukan, siswa tunanetra sering mempunyai kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar. 

Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, siswa tunanetra harus mendapatkan pembelajaran yang langsung dan sistematis dalam bidang pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah dengan benar, mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada waktu melakukan komunikasi, serta mempergunakan alat bantu yang tepat.

Karakteristik tunanetra dalam aspek perilaku
Ketunanetraan itu sendiri tidak menimbulkan masalah atau penyimpangan perilaku pada diri anak, meskipun demikian hal tersebut berpengaruh pada perilakunya. Siswa tunanetra kadang-kadang sering kurang memperhatikan kebutuhan sehari-harinya, sehingga ada kecenderungan orang lain untuk membantunya. Apabila hal ini terjadi maka siswa akan berkecenderungan berlaku pasif.

Beberapa siswa tunanetra sering menunjukkan perilaku stereotip, sehingga menunjukkan perilaku yang tidak semestinya. Sebagai contoh mereka sering menekan matanya, membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala dan badan, atau berputar-putar. Ada beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan perilaku stereotipnya. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial. Biasanya para ahli mencoba mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut dengan membantu mereka memperbanyak aktifitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku tertentu, misalnya memberikan pujian atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya.