Karakteristik Tunanetra dalam
Aspek Sosial, Emosional dan Perilaku
Bayangkan keterampilan sosial yang
biasa anda lakukan sehari-hari sekarang ini. Apakah seseorang mengajarkan
kepada anda bagaimana anda harus melihat kepada lawan bicara anda ketika anda
berbicara dengan orang lain, bagaimana anda menggerakan tangan ketika akan
berpisah dengan orang lain, atau bagaimana anda melakukan ekspresi wajah ketika
melakukan komunikasi nonverbal? Dalam hal seperti itu mungkin jawabannya tidak.
Perilaku sosial secara tipikal dikembangkan melalui observasi terhadap
kebiasaan dan kejadian sosial serta menirunya. Perbaikan biasanya dilakukan
melalui penggunaan yang berulang-ulang dan bila diperlukan meminta masukan dari
orang lain yang berkompeten. Karena tunanetra mempunyai keterbatasan dalam
belajar melalui pengamatan dan menirukan, siswa tunanetra sering mempunyai
kesulitan dalam melakukan perilaku sosial yang benar.
Sebagai akibat dari
ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, siswa tunanetra
harus mendapatkan pembelajaran yang langsung dan sistematis dalam bidang
pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah, penampilan
postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah dengan
benar, mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada waktu
melakukan komunikasi, serta mempergunakan alat bantu yang tepat.
Karakteristik tunanetra dalam aspek perilaku
Ketunanetraan
itu sendiri tidak menimbulkan masalah atau penyimpangan perilaku pada diri
anak, meskipun demikian hal tersebut berpengaruh pada perilakunya. Siswa
tunanetra kadang-kadang sering kurang memperhatikan kebutuhan sehari-harinya,
sehingga ada kecenderungan orang lain untuk membantunya. Apabila hal ini
terjadi maka siswa akan berkecenderungan berlaku pasif.
Beberapa siswa tunanetra
sering menunjukkan perilaku stereotip, sehingga menunjukkan perilaku yang tidak
semestinya. Sebagai contoh mereka sering menekan matanya, membuat suara dengan
jarinya, menggoyang-goyangkan kepala dan badan, atau berputar-putar. Ada
beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan
perilaku stereotipnya. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya
rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak di dalam lingkungan, serta
keterbatasan sosial. Biasanya para ahli mencoba mengurangi atau menghilangkan
perilaku tersebut dengan membantu mereka memperbanyak aktifitas, atau dengan
mempergunakan strategi perilaku tertentu, misalnya memberikan pujian atau
alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya.