Ingin Link Grup Whatsapp Anda Disini, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Subscribe, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Follower IG, Klik Contact Ya
Terdapat beberapa hasil penilitian dari
para ahli yang cukup menarik, hasil penilitian itu mengenai pandangan dan sikap
orang awas terhadap anak tunanetra. Dari beberapa hasil penilitian dapat
ditarik kesimpulan antara lain bahwa dalam pandangan orang awas, penyandang
anak tunanetra mempunya beberapa karakteristik baik yang sifatnya positif
maupun negatif. Beberapa penelitian yang menyatakan negatif bahawa penyandang
tunanetra pada umumnya memiliki sikap tidak berdaya, sifat ketergantungan,
memiliki tingkat kemampuan rendah dalam orientasi waktu tak suka berenang,
menikmati suara dari televisi, tidak pernah merasakan kebahagiaan, memiki sifat
kepribadian yang penuh dengan frustasi-frustasi, kaku resisten terhadap
perubahan-perubahan, cenderung kaku dan cepat menarik tangan dari lawannya pada
saat bersalaman, mudah mengalami kebingungan. Dalam hal faktor penyebab,
sebagian besar ornag awam percaya bahwa ketunanetraan disebabkan oleh hukuman
atas dosa-dosa orangtuanya namun kalangan yang lebih profesiolanal memandang
bahwa hal tersebut disebabkan oleh faktor keturunan atau terjadinya infeksi
bebrapa penyakit tertentu.
Namun demikian dalam pandangan orang
awas orang tunantera juga seirng memilki kelebihan yang sifatnya positif
seperti kepekaan terhadap suara, perabaan, ingatan, keterampilan dalam memainkan
alat musik, serta ketertarikan tinggi terhadap nilai-nilai moral dan agama.
Penyandang tunanetra seringkali dipandang sebagai individu yang memiliki ciri
khas, diantaranya secara fisik penyandang tunanetra dapat dicirikan dengan
tongkat, dog guide atau anjing penuntun, menggunakan aca mata gelap, dan
ekspresi wajah tertentu yang datar.
Para penyandang tunanetra beranggapan
bahwa orang awas pada umunya memilki sikap sebagai berikut: Pada umumnya orang awas tidak tahu banyak tentang orang buta dan kemudian
akan terheran-heran ketika orang tunanetra menunjukan kemampuannya dalam
beberapa hal. Orang awas cenderung kasihan pada orang tunanetra dan pada saat yang
sama mereka berfikir bahwa mereka lebih berani dibandingkan orang awas lainnya
Yang paling berat dan pertama kali
merasakan dampak ketunaetraan anak adalah keluarganya, terutama orangtua,
kehadiran anak tunanetra akan melahirkan berbagai reaksi dari orangtua.
Orangtua tersebut dalam menerima kehadiran anaknya yang tunanetraakan sangat
berpengaruh terhadap keseluruhan perkembangan pribadi-pribadi anak dikemudian
hari. Reaksi orangtua terhadap ketunanetraan anaknya pada umumnya dapat dibagi
menjadi 5 kelompok, yaitu :
Penerimaan secara
realistik terhadap hambatan penglihatan anak
Sikap ini ditunjukan dnegan pemberian
kasih sayang yang wajar serta peberian perlakuan yang dengan anak lainya.
Mereka juga terbuka terhadap permasalahan yang dihadapi anak dan keluarganya.
Penyangkalan terhadap hambatan penglihatan anak
Hambatan penglihatan anak biasanya
ditanggapi dengan sikap yang terbuka, tetapi disertai dengan alasan-alasa yang
tidak realistik terhadap kecacatannya. Terutama terhadap kebutuhan dan
permasalahnnya. Dalam pendidikan, orangtua seringkali tidak percaya bahwa
anaknya perlu layanan pendidikan secara khusus dan menyangkal bahwa prestasinya
rendah.
Over protection (perlindungan yang berlebihan)
Biasanya dilakukan orangtua sebagai
kompensai karena ketunanetraan anaknya dirasakan sebgai akibat dari perasan
bersalah atau berdosa. Sikap ini cenderung tidak menguntungkan anak karena akan
menghambat perkembangan dan kematangan anak terutama dalam aspek kemandirian.
Penolakan secara tertutup
Biasanya ditujukan dengan sikap
menyembunyikan anaknya dari masyaraktnya ia tidak ingin diketahui bahwa ia
memiliki anak yang tunanetra, tidak peduli, tidak menyayangi dan cenderung
mengasingkan anaknya dari lingkungan keluarga.
Penolakan secara terbuka
Biasanya ditunjukkan dengan sikap bahwa
secara terus terang ia menyadari ketunanetraan anaknya, tetapi sebenarnya ia
secara rasio maupun emosional tidak pernah menerima kehadiran anknya tersebut,
ornagtua demikian biasanya berusaha bersikap bertahan dan mau menerima
kenyataan tersebut, ia cenderung ingin mencari tahu sebab-sebab hambatan
penglihatan anaknya kepada orang lain atau para ahli, tetapi tidka pernah
menemukan jwabannya. Pada akhirnya orangtua yang demikian biasanya
bresikap masa bodoh dan tidak peduli dengan segala kebutuhan anknya.
Mengenai sikap para guru sebagai
penyelenggara pendidikan, hasil penelitian Murphy (Kirtley, 1975) menunjukan
bahwa pada umumnya para guru (guru umum dan guru PLB) cenderung mengesampingkan
anak tunanetra, namun diketahui pula bahwa para guru khusus cenderung lebih
bersikap positif terhadap anak tunanetra. Demikian dengan penelitian Suhaeri
(1992) menunjukan hasil bahwa pada umumnya masyaraat dan khusunya para guru di
kabupaten Bandung cenderung memiliki kesiapan untuk menerima program
maninstreaming. Hal tersebut berarti dapat diduga bahwa para guru sudah
memiliki sikap yang cukup positif terhadap pendidikan anak luar biasa termasuk
anak dengan hambatan penglihatan.