
Ingin Link Grup Whatsapp Anda Disini, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Subscribe, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Follower IG, Klik Contact Ya
Pendekatan Imam Al-Ghazali
Al-Ghazali berpendapat bahwa anak
dilahirkan dengan membawa fitrah yang seimbang dan sehat. Kedua orangtuanyalah
yang memberikan agama kepada mereka. Demikian pula anak dapat terpengaruh oleh
sifat-sifat yang buruk. Ia mempelajari sifat-sifat yang buruk dari lingkungan
yang dihidupinya, dari corak hidup yang memberikan peranan kepadanya dan dari
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya. Ketika dilahirkan, keadaan tubuh anak
belum sempurna. Kekurangan ini diatasinya dengan latihan dan pendidikan yang
ditunjang dengan makanan.
Demikian pula halnya dengan tabiat yang
difitrahkan kepada anak, yang merupakan kebijakan yang diberikan Al-Khalik
kepadanya. Tabiat ini dalam keadaan berkekurangan (dalam keadaan belum
berkembang dengan sempurna). Dan mungkin dapat disempurnakan serta diperindah
dengan pendidikan yang baik, yang oleh Al-Ghazali dipandang sebagai salah satu
proses yang penting dan tidak mudah.
Al-Ghazali mengatakan bahwa penyembuhan
badan memerlukan seorang dokter yang tahu tentang tabiat badan serta
macam-macam penyakitnya dan tentang cara-cara penyembuhannya. Demikian pula
halnya dengan penyembuhan jiwa dan pendidikan akhlak. Keduanya membutuhkan
pendidik yang tahu tentang tabiat dan kekurangan jiwa manusia serta tentang
cara memperbaiki dan mendidiknya. Kebodohan dokter akan merusak kesehatan orang
sakit. Begitu pun kebodohan guru dan pendidik akan merusak akhlak muridnya.
Sesungguhnya seiap penyakit mempunyai obat dan cara penyembuhannya. Al-Ghazali
berkata :
“... Demikianlah guru yang diikuti, yang
mengobati jiwa murid-muridnya dan hati orang-orang yang diberi petunjuk,
hendaknya tidak membebani mereka dengan berbagai latihan dan tugas dalam bidang
khusus dengan beban metode yang khusus pula sebelum ia mengetahui akhlak serta
penyakit mereka. Apabila dokter mengobati seluruh pasien dengan obat yang sama,
maka ia akan membunuh banyak manusia. Demikian pula halnya dengan guru. Apabila
ia mengarahkan seluruh muridnya kepada satu macam pola yang sama, niscaya ia
akan menghancukan mereka dengan mematikan hati mereka. Oleh karena itu,
hendaknya guru memperhatikan penyakit, keadaan, usia, dan tabiat serta motivasi
peserta didiknya. Atas dasar itulah hendaknya ia memprogram pendidikannya.”
Al-Ghazali tidak menganjurkan penggunaan
satu metode saja dalam menghadapi permasalah akhlak serta pelaksanaan
pendidikan anak. Dia menganjurkan agar guru memilih metode pendidikan sesuai
dengan usia dan tabiat anak, daya tangkap dan daya tolaknya (daya persepsi dan
daya rejeksinya), sejalan dengan situasi kepribadiannya. Dengan ini,
sekali-kali Al-Ghazali memperhatikan masalah perbedaan individual didalam
melaksanakan pendidikan.
Dalam upaya mengembangkan akhlakul
karimah (akhlak mulia) anak, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu menjauhkan anak dari pergaulan yang tidak
baik, membiasakannya untuk bersopan santun, memberikan pujian kepada anak yang
melakukan amal saleh, misalnya berbuat sopan dan mencela anak yang berbuat
kezaliman/kelaliman, membiasakannya mengenakan pakaian yang
putih (bagus), bersih dan rapi, mencegah anak
untuk tidur di siang hari, menganjurkan
mereka untuk berolahraga, menanamkan sikap sederhana, mengizinkannya
bermain setelah belajar.
Interaksi antara guru dan murid menjadi
faktor yang sangat penting terhadap keberhasilan pendidikan yang dilaksanakan.
Ketika seorang guru mampu melakukan interaksi yang baik dan efektif, maka murid
akan mendapatkan kemudahan dalam berkomunikasi dengan guru - gurunya.
Sebaliknya, bila guru - guru tidak mampu melakukan interaksi yang baik dan
efektif dengan murid, murid akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan
guru-gurunya. Begitu pentingnya hubungan guru dan murid atau sebaliknya
menjadikan penulis untuk mengkajinya.
Setelah ditelusuri dari kitab Ihya Ulumuddin didapatkan bahwa
menurut Imam Al-Ghazali Adab interaksi murid dengan guru adalah seorang murid
harus mensucikan jiwanya dari akhlaq dan sifat-sifat tercela sebelum menuntut
ilmu, agar ilmu yang akan ia pelajari dapat berkesan dan tertanam dalam
jiwanya, serta dalam menuntut ilmu hanya mengharap ridha Allah SWT. Sedangkan
adab interaksi guru dengan murid menurut Imam Al Ghazali adalah seorang guru
harus bersikap belas kasih kepada murid dan memperlakukan mereka seperti
memperlakukan anak – anaknya sendiri, serta mengikuti dan meneladani Rasulullah
Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan tugas mengajarnya, dan tidak menuntut upah
dari murid - muridnya dan didorong untuk mencari ridha Allah Swt.