x9iXyGPMXQeKKlpX8lac8UjwJ5Wv9XduLyNcwRkJ

Benarkah Hukum di Indonesia Menggunakan Sistem Hukum yang Berasal Dari Belanda?

Ingin Link Grup Whatsapp Anda Disini, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Subscribe, Klik Contact Ya 

Ingin Nambah Follower IG, Klik Contact Ya
ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA
Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun1602 supaya tidak terjadi persaingan antara pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang-orang pribumi. Pada tahun 1610 pengurus pusat VOC di Belanda memberikan wewenang kepada Gubernur Jenderal Pieter Both. Wewenangnya adalah membuat peraturan untuk menyelesaikan perkara istimewa yang harus disesuaikan dengan kebutuhan para pegawai VOC didaerah-daerah yang dikuasai. Masa Penjajahan VOC dibubarkan oleh pemerintah Belanda pada tanggal 31 Desember 1799. Hal itu karena banyak menanggung utang dan tidak ada aturan-aturan hukum lain yang berlaku.

Penjajahan Pemerintahan Belanda Sejak tanggal 1 Januari 1800 daerah-daerah kekuasaan VOC diambil alih oleh pemerintah Bataafsche Republiek yang kemudian diubah menjadi Koninklijk Holand. Pada tahun 1811 Daendels diganti oleh Jansens yang tidak lama memerintah, karena tahun itu juga kepulauan Nusantara dikuasai oleh Inggris. Pemerintah Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles menjadi Letnan Gubernur. Susunan Pengadilan dikonkordansikan susunannya seperti pengadilan di India seperti; Division’s Court, District Court atau Bopati  Court, Resident’s Court dan Court of Circuit. Setelah Inggris menyerahkan Nusantara kepada Belanda pada tahun 1816 sebagai hasil Konvensi London 1814, seluruh tata pemerintahannya mulai diatur dengan baik. Sejak saat itu sejarah perundang-undangan membagi tiga masa perundang-undangan yang berjalan sebagai berikut:

Masa Besluiten Regerings Berdasarkan Pasal 36 Nederlands Gronwet Tahun 1814, “Raja yang berdaulat, secara mutlak mempunyai kekuasaan tertinggi atas daerah-daerah jajahan dan harta milik negara dibagian-bagian lain…” maka raja dalam monarkhi konstitusional ini langsung mengurus dan mengatur daerah jajahan. Dalam melaksanakan kekuasaannya hanya raja yang berhak membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan sebutan “Algemene Verordening” (Peraturan Pusat). Pada tanggal 15 Agustus 1839 menteri jajahan di Belanda mengangkat Komisi Undang-undang bagi Hindia Belanda yang terdiri dari Mr. Scholten van OudHaarlem sebagai ketua, Mr. I. Schneither, dan Mr. I.F.H van Nes masing-masing sebagai anggota. Komisi ini dalam tugasnya dapat menyelesaikan beberapa peraturan yang kemudian oleh Mr. H.L. Wicher disempurnakan. Penyempurnaan terdiri dari; (1) Reglement of de Rechterlijke Organisatie (RO) atau Peraturan Organisasi Pengadilan (POP); (2)  Algemene Bapalingen van Wetgeving (AB) atau Ketentuan umum tentang perundang-undangan (3) Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-undang Hukum Sipil (KHUS) (4) Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KHUD); (5) Reglement op de Burgerlijke Rechtvordering (RV) atau peraturan tentang Acara Perdata (AP); Semua peraturan itu diundangkan berlakunya di Hindia Belanda sejak tanggal 1 Mei 1848 melalui S. 1847:23.


Masa Regerings Reglement Pada tahun 1848 di Belanda terjadi perubahan. Perubahan itu berupa Grondwet sebagai akibat dari pertentangan de Staten General (parlemen). Adanya perubahan Grondwet itu mengakibatkan juga terjadinya perubahan terhadap pemerintahan dan perundang-undangan jajahan Belanda di Indonesia. Hal ini terutama dengan dicantumkannya ketentuan Pasal 59 Ayat I, II, dan IV Grondwet, seperti dinyatakan berikut; Ayat 1: Raja mempunyai kekuasaan tertinggi atas daerah-daerah jajahan dan harta kerajaan dibagian dari dunia; Ayat 2 dan 4: Aturan-aturan tentang kebijaksanaan pemerintah ditetapkan melalui undang-undang. Sistem keuangan ditentukan melalui undang-undang. Hal-hal lain yang menyangkut mengenai daerah-daerah jajahan dan harta, kalau diperlukan akan diatur melalui undang-undang.

Masa Indische Staatsregeling Pembagian golongan penghuni berdasarkan Pasal 163 IS itu sebenarnya untuk menentukan sistem-sistem hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan. Penentuan itu seperti yang dicantumkan dalam Pasal 131 IS sebagai politik hukumnya. Bagaimanakah pelaksanaan berlakunya hukum bagi mereka itu? Untuk hal ini marilah kita tinjau satu persatu aturan yang berlaku bagi masing-masing golongan dalam hukum positifnya. Proses pelaksanaan politik hukum pemerintah penjajahan Belanda dapat dilihat sebagai berikut;

Hukum yang berlaku bagi Golongan Eropa Pasal 131 IS berlaku bagi golongan Eropa; (1) Hukum Perdata dan Hukum Pidana Material, Hukum perdata material yang berlaku pada dasarnya berbentuk tertulis dikodifikasikan terdapat dalam Burgerlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel. Hukum ini sebagai hasil dari komisi undang-undang yang dipimpin oleh Mr. Scholten van Oud Haarlem dan selesai pada tanggal 1 Mei 1848. (2) Hukum Pidana Material yang berlaku bagi golongan Eropa yaitu Wetboek van Strafrecht, diberlakukan tanggal 1 Januari 1918 melalui S.1915:732 (3) Hukum acara yang dilaksanakan dalam proses pengadilan bagi golongan Eropa di Jawa dan Madura diatur dalam “Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering”. Untuk proses perdata dan untuk proses pidana diatur dalam “reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering diundangkan melalui S.1847:23, dan kitab undang-undang hukum acara di Belanda dengan perubahan seperlunya. Susunan peradilan yang digunakan bagi golongan Eropa di Jawa dan Madura terdiri dari; Residentiegerecht, Raad van Justitie, Hooggerechtshof.

Hukum yang berlaku bagi Golongan Indonesia. Pasal 131 IS yang berlaku bagi golongan Indonesia; (1) Hukum perdata material yang berlaku, yaitu hukum perdata Adat dalam bentuk tidak tertulis dan ketentuan-ketentuannya mempunyai kekuatan mengikat bagi setiap orang yang termasuk golongan Indonesia (bumiputra). Akan tetapi, dengan adanya Pasal !#! Ayat 6 IS, berlakunya hukum adat itu tidak mutlak lagi. (2) Hukum pidana material yang berlaku ialah Wetboek van Strafrecht sejak tahun 1918 berdasarkan S. 1915:732. (3) Hukum acara perdata yang berlaku bagi golongan Indonesia dalam peradilan lingkungan pemerintahan untuk daerah Jawa dan Madura diatur pada “Inlands Reglement” (IR). Adapun susunan peradilan bagi golongan Indonesia di Jawa dan Madura terdiri dari; Districtsgerecht, Regentschapsgerecht, Landraad. Daerah diluar Jawa dan Madura diatur dalam “Rechtsreglement Buitengewesten” lembaga peradilan tersebut terdiri dari; Negorijrechtbank, Districtsgerecht, Magistraatsgerecht, Landgerecht.

Hukum yang berlaku bagi Golongan Timur Asing Pada tanggal 1 September 1925:92. Bagi golongan Timur Asing Cina menjelang akhir tahun 1925 berlaku seluruh hukum perdata Eropa diwilayah Hindia Belanda. Sementara itu, bagi golongan Timur Asing bukan Cina berlaku hukum perdata Eropa seperti tercantum dalam S. 1855:79. Mengenai hukum pidana material, bagi golongan Timur asing sejak tanggal 1 januari 1918 berlaku Wetboek van Strafrecht. Hukum acara yang khusus bagi golongan Timur Asing tidak diatur dan pengadilannnya pun juga demikian.
ZAMAN PENJAJAHAN JEPANG
Bulan Maret 1942 Balatentara Jepang dengan mudah dapat menduduki seluruh daerah Hindia Belanda. Untuk melaksanakan tata pemerintahan di Indonesia, pemerintah balatentara Jepang berpedoman kepada Undang-undangnya yang disebut Gunseirei. Setiap peraturan yang diperlukan demi kepentingan pemerintahan di Jawa dan Madura dibuat berpedoman pada Gunseirei melalui Osamu Seirei. Dalam bidang hukum, pemerintah balatentara Jepang melalui Osamu seirei No.1 Tahun 1942, dalam pasal 3 menyatakan “semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dahulu tetap diakui sah bagi sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer”. Ketentuan ini merupakan pasal peralihan yang mempunyai makna untuk menghilangkan kekosongan dalam bidang hukum. Lembaga Hindia Belanda tetap digunakan, kecuali Residentieregerecht yang dihapus. Adapun susunan Lembaga peradilan berdasarkan Gunseirei No. 14 Tahun 1942 terdiri dari:

(1) Tihoo Hooin, berasal dari Landraad (Pengadilan Negeri); (2) Keizai Hooin, berasal dari Landgerecht (Hakim Kepolisian); (3) Ken Hooin, berasal dari Regentschapgerecht (Pengadilan Kabupaten); (4) Gun Hooin, berasal dari Districhtsgerecht (Pengadilan Kewedanan); (5) Kaikyoo kootoo Hooin, berasal dari Hof Voor Islamietische Zaken (Mahkamah Islam Tinggi); (6) Sooyoo Hooin, berasal dari priesterraad (Rapat Agama); (7) Gunsei Kensatu Kyoko, terdiri dari Tihoo Kensatu Kyoko (Kejaksaan Pengadilan Negeri), berasal dari Paket voor de Landraden. Semua aturan hukum dan proses peradilannya selama zaman penjajahan Jepang berlaku sampai Indonesia Merdeka.

PASCA PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA
Pada tanggal 17 agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan sebagai bangsa merdeka dan lepas dari penjajahan siapa pun juga di dunia ini. Pada tanggal 18 Agustus 1945 berlaku sebuah Undang-Undang Dasar supel dan elastic untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat merupakan satu kesatuan bernegara. Pemerintah Republik Indonesia masih tetap memperhatikan keadaan hukum untuk kepentingan rakyat. Antara lain terhadap Wetboek van Strafrecht voor Nederland Indie dilakukan seleksi ketentuan-ketentuannya dan dan setelah selesai dalam penyesuaian dengan keadaan di Indonesia. Maka, pada tanggal 26 Februari 1946 diundangkan berlakunya dengan nama “Wetboek van Strafrecht” (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Pada tanggal 1 Agustus 1948 dengan S.1948:163 sebagai Undang-Undang Perburuhan yang mengatur tentang hubungan kerja antara buruh dan majikan undang-undang itu diberlakukan. Berdasarkan hasil konferensi Meja Bundar bulan Desember 1949, wilayah Republik Indonesia 1945 oleh belanda dijadikan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) sejak tanggal 1 Januari 1950. Ketentuan yang mengatur tentang penyelenggaraan hukum ditetapkan Pasal 51 UUD RIS dan pelaksanaannya didasarkan kepada lampiran yang menetapkan tentang itu. Selama ketentuan dalam lampiran belum dapat diwujudkan, maka ditempuh penggunaan aturan peralihan dalam Pasal 192 UUD RIS. Sebagai aturan peralihan pasal itu dalam Ayat 1 menyatakan: “Peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat konstitusi ini mulai berlaku, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan Republik Indonesia Serikat sendiri, selama dan sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas konstitusi ini”. Setelah Indonesia menjadi negara kesatuan kembali pada tanggal 17 Agustus 1950, pedoman bernegara untuk sementara waktu sebelum ada yang tetap maka digunakanlah UUDS tahun 1950. Setelah Indonesia menjadi sebuah negara, dan sampai sekarang, masih adanya peraturan hukum Belanda yang berlaku sebenarnya bukan bertujuan seperti penjajah Belanda pada zamannya. Namun, hal itu hanya sebagai alasan “jangan sampai terjadi kekosongan hukum” saja, sebab kekosongan hukum berarti tidak adanya suatu pegangan dalam tatatertib hidup.

KESIMPULAN
Sejarah perkembangan hukum dan ketatanegaraan di Indonesia sampai pada saat ini pun masih dipengaruhi oleh corak hukum seperti di Eropa dikarenakan pada perkembangan hukum di Nusantara pun dipengaruhi pada mulanya oleh VOC dan kemudian disusul oleh pemerintah belanda sepenuhnya, ketika tentara jepang menang atas sekutu lembaga hukum di Indonesia mulai dihiasi dengan istilah-istilah jepang namun kependudukan jepang di Indonesia yang sangat singkat itu tidak begitu mempengaruhi tata hukum di Indonesia. Setelah sekutu memborbardir jepang, tentara belanda pun datang kembali dan mulai mempengaruhi lagi hukum di Indonesia. Maka tidak mengherankan jika sampai saat ini adanya beberapa hukum Belanda yang masih dipakai oleh Negara Republik Indonesia.

Post a Comment