Ingin Link Grup Whatsapp Anda Disini, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Subscribe, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Follower IG, Klik Contact Ya
ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA
Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) Vereenigde Oost Indische
Compagnie (VOC) didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun1602 supaya
tidak terjadi persaingan antara pedagang yang membeli rempah-rempah dari
orang-orang pribumi. Pada
tahun 1610 pengurus pusat VOC di Belanda memberikan wewenang kepada Gubernur
Jenderal Pieter Both. Wewenangnya adalah membuat peraturan untuk menyelesaikan
perkara istimewa yang harus disesuaikan dengan kebutuhan para pegawai VOC
didaerah-daerah yang dikuasai.
Masa Penjajahan VOC dibubarkan oleh pemerintah Belanda pada tanggal 31 Desember
1799. Hal itu karena banyak menanggung utang dan tidak ada aturan-aturan hukum
lain yang berlaku.
Penjajahan Pemerintahan Belanda Sejak tanggal 1 Januari 1800 daerah-daerah kekuasaan VOC diambil alih oleh pemerintah Bataafsche Republiek yang kemudian diubah menjadi Koninklijk Holand.
Masa Besluiten Regerings Berdasarkan Pasal 36
Nederlands Gronwet Tahun 1814, “Raja yang berdaulat, secara mutlak mempunyai
kekuasaan tertinggi atas daerah-daerah jajahan dan harta milik negara
dibagian-bagian lain…” maka raja dalam monarkhi konstitusional ini langsung
mengurus dan mengatur daerah jajahan. Dalam melaksanakan kekuasaannya hanya
raja yang berhak membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan
sebutan “Algemene Verordening” (Peraturan Pusat). Pada tanggal
15 Agustus 1839 menteri jajahan di Belanda mengangkat Komisi Undang-undang bagi
Hindia Belanda yang terdiri dari Mr. Scholten van OudHaarlem sebagai ketua, Mr.
I. Schneither, dan Mr. I.F.H van Nes masing-masing sebagai anggota. Komisi ini
dalam tugasnya dapat menyelesaikan beberapa peraturan yang kemudian oleh Mr.
H.L. Wicher disempurnakan. Penyempurnaan terdiri dari; (1) Reglement
of de Rechterlijke Organisatie (RO) atau Peraturan Organisasi Pengadilan (POP);
(2) Algemene Bapalingen van Wetgeving (AB) atau Ketentuan umum
tentang perundang-undangan
(3) Burgerlijk Wetboek (BW) atau Kitab Undang-undang Hukum Sipil (KHUS)
(4) Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KHUD);
(5) Reglement op de Burgerlijke Rechtvordering (RV) atau peraturan tentang
Acara Perdata (AP); Semua peraturan itu
diundangkan berlakunya di Hindia Belanda sejak tanggal 1 Mei 1848 melalui S.
1847:23.
Masa Regerings Reglement Pada tahun 1848 di Belanda terjadi perubahan. Perubahan itu berupa Grondwet sebagai akibat dari pertentangan de Staten General (parlemen). Adanya perubahan Grondwet itu mengakibatkan juga terjadinya perubahan terhadap pemerintahan dan perundang-undangan jajahan Belanda di Indonesia. Hal ini terutama dengan dicantumkannya ketentuan Pasal 59 Ayat I, II, dan IV Grondwet, seperti dinyatakan berikut;
Masa Indische Staatsregeling Pembagian golongan penghuni
berdasarkan Pasal 163 IS itu sebenarnya untuk menentukan sistem-sistem hukum
yang berlaku bagi masing-masing golongan. Penentuan itu seperti yang
dicantumkan dalam Pasal 131 IS sebagai politik hukumnya. Bagaimanakah
pelaksanaan berlakunya hukum bagi mereka itu? Untuk hal ini marilah kita tinjau
satu persatu aturan yang berlaku bagi masing-masing golongan dalam hukum
positifnya. Proses pelaksanaan politik hukum pemerintah penjajahan Belanda
dapat dilihat sebagai berikut;
Hukum yang berlaku bagi Golongan Eropa Pasal 131 IS berlaku bagi
golongan Eropa; (1) Hukum Perdata dan Hukum
Pidana Material, Hukum perdata material yang berlaku pada dasarnya berbentuk
tertulis dikodifikasikan terdapat dalam Burgerlijk Wetboek dan Wetboek van
Koophandel. Hukum ini sebagai hasil dari komisi undang-undang yang dipimpin
oleh Mr. Scholten van Oud Haarlem dan selesai pada tanggal 1 Mei 1848. (2) Hukum Pidana Material yang berlaku bagi golongan
Eropa yaitu Wetboek van Strafrecht, diberlakukan tanggal 1 Januari 1918 melalui
S.1915:732 (3) Hukum acara yang dilaksanakan dalam
proses pengadilan bagi golongan Eropa di Jawa dan Madura diatur dalam
“Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering”. Untuk proses perdata dan untuk
proses pidana diatur dalam “reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering
diundangkan melalui S.1847:23, dan kitab undang-undang hukum acara di Belanda
dengan perubahan seperlunya. Susunan peradilan yang
digunakan bagi golongan Eropa di Jawa dan Madura terdiri dari;
Residentiegerecht, Raad van Justitie, Hooggerechtshof.
Hukum yang berlaku bagi Golongan Indonesia. Pasal 131 IS yang berlaku
bagi golongan Indonesia; (1) Hukum perdata material yang berlaku, yaitu hukum
perdata Adat dalam bentuk tidak tertulis dan ketentuan-ketentuannya mempunyai
kekuatan mengikat bagi setiap orang yang termasuk golongan Indonesia
(bumiputra). Akan tetapi, dengan adanya Pasal !#! Ayat 6 IS, berlakunya hukum
adat itu tidak mutlak lagi. (2) Hukum pidana material yang berlaku ialah Wetboek
van Strafrecht sejak tahun 1918 berdasarkan S. 1915:732. (3) Hukum acara perdata yang berlaku bagi golongan
Indonesia dalam peradilan lingkungan pemerintahan untuk daerah Jawa dan Madura
diatur pada “Inlands Reglement” (IR). Adapun susunan peradilan bagi
golongan Indonesia di Jawa dan Madura terdiri dari; Districtsgerecht,
Regentschapsgerecht, Landraad. Daerah diluar Jawa dan Madura diatur dalam
“Rechtsreglement Buitengewesten” lembaga peradilan tersebut terdiri dari;
Negorijrechtbank, Districtsgerecht, Magistraatsgerecht, Landgerecht.
Hukum yang berlaku bagi Golongan Timur Asing Pada tanggal 1 September
1925:92. Bagi golongan Timur Asing Cina menjelang akhir tahun 1925 berlaku
seluruh hukum perdata Eropa diwilayah Hindia Belanda. Sementara itu, bagi
golongan Timur Asing bukan Cina berlaku hukum perdata Eropa seperti tercantum
dalam S. 1855:79. Mengenai hukum pidana
material, bagi golongan Timur asing sejak tanggal 1 januari 1918 berlaku
Wetboek van Strafrecht. Hukum acara yang khusus bagi
golongan Timur Asing tidak diatur dan pengadilannnya pun juga demikian.
ZAMAN PENJAJAHAN JEPANG
Bulan Maret 1942 Balatentara Jepang dengan mudah dapat menduduki seluruh daerah Hindia Belanda. Untuk melaksanakan tata pemerintahan di Indonesia, pemerintah balatentara Jepang berpedoman kepada Undang-undangnya yang disebut Gunseirei. Setiap peraturan yang diperlukan demi kepentingan pemerintahan di Jawa dan Madura dibuat berpedoman pada Gunseirei melalui Osamu Seirei.
Dalam bidang hukum, pemerintah balatentara Jepang melalui Osamu seirei No.1
Tahun 1942, dalam pasal 3 menyatakan “semua badan pemerintahan dan
kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dahulu tetap diakui
sah bagi sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan aturan
pemerintahan militer”. Ketentuan ini merupakan pasal peralihan yang mempunyai
makna untuk menghilangkan kekosongan dalam bidang hukum. Lembaga Hindia Belanda tetap
digunakan, kecuali Residentieregerecht yang dihapus. Adapun susunan Lembaga
peradilan berdasarkan Gunseirei No. 14 Tahun 1942 terdiri dari:
Bulan Maret 1942 Balatentara Jepang dengan mudah dapat menduduki seluruh daerah Hindia Belanda. Untuk melaksanakan tata pemerintahan di Indonesia, pemerintah balatentara Jepang berpedoman kepada Undang-undangnya yang disebut Gunseirei. Setiap peraturan yang diperlukan demi kepentingan pemerintahan di Jawa dan Madura dibuat berpedoman pada Gunseirei melalui Osamu Seirei.
(1) Tihoo Hooin, berasal dari
Landraad (Pengadilan Negeri);
(2) Keizai Hooin, berasal dari Landgerecht (Hakim Kepolisian);
(3) Ken Hooin, berasal dari Regentschapgerecht (Pengadilan Kabupaten);
(4) Gun Hooin, berasal dari Districhtsgerecht (Pengadilan Kewedanan);
(5) Kaikyoo kootoo Hooin, berasal dari Hof Voor Islamietische Zaken (Mahkamah
Islam Tinggi); (6) Sooyoo
Hooin, berasal dari priesterraad (Rapat Agama);
(7) Gunsei Kensatu Kyoko, terdiri dari Tihoo Kensatu Kyoko (Kejaksaan
Pengadilan Negeri), berasal dari Paket voor de Landraden.
Semua aturan hukum dan proses peradilannya selama zaman penjajahan Jepang
berlaku sampai Indonesia Merdeka.
PASCA PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA
Pada tanggal 17 agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan sebagai bangsa merdeka dan lepas dari penjajahan siapa pun juga di dunia ini. Pada tanggal 18 Agustus 1945 berlaku sebuah Undang-Undang Dasar supel dan elastic untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat merupakan satu kesatuan bernegara. Pemerintah Republik Indonesia masih tetap memperhatikan keadaan hukum untuk kepentingan rakyat. Antara lain terhadap Wetboek van Strafrecht voor Nederland Indie dilakukan seleksi ketentuan-ketentuannya dan dan setelah selesai dalam penyesuaian dengan keadaan di Indonesia. Maka, pada tanggal 26 Februari 1946 diundangkan berlakunya dengan nama “Wetboek van Strafrecht” (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Pada tanggal 1 Agustus 1948 dengan S.1948:163 sebagai Undang-Undang Perburuhan yang mengatur tentang hubungan kerja antara buruh dan majikan undang-undang itu diberlakukan. Berdasarkan hasil konferensi Meja Bundar bulan Desember 1949, wilayah Republik Indonesia 1945 oleh belanda dijadikan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) sejak tanggal 1 Januari 1950. Ketentuan yang mengatur tentang penyelenggaraan hukum ditetapkan Pasal 51 UUD RIS dan pelaksanaannya didasarkan kepada lampiran yang menetapkan tentang itu. Selama ketentuan dalam lampiran belum dapat diwujudkan, maka ditempuh penggunaan aturan peralihan dalam Pasal 192 UUD RIS. Sebagai aturan peralihan pasal itu dalam Ayat 1 menyatakan: “Peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat konstitusi ini mulai berlaku, tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan Republik Indonesia Serikat sendiri, selama dan sekadar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas konstitusi ini”. Setelah Indonesia menjadi negara kesatuan kembali pada tanggal 17 Agustus 1950, pedoman bernegara untuk sementara waktu sebelum ada yang tetap maka digunakanlah UUDS tahun 1950. Setelah Indonesia menjadi sebuah negara, dan sampai sekarang, masih adanya peraturan hukum Belanda yang berlaku sebenarnya bukan bertujuan seperti penjajah Belanda pada zamannya. Namun, hal itu hanya sebagai alasan “jangan sampai terjadi kekosongan hukum” saja, sebab kekosongan hukum berarti tidak adanya suatu pegangan dalam tatatertib hidup.
KESIMPULAN
Sejarah perkembangan hukum dan ketatanegaraan di Indonesia sampai pada saat ini pun masih dipengaruhi oleh corak hukum seperti di Eropa dikarenakan pada perkembangan hukum di Nusantara pun dipengaruhi pada mulanya oleh VOC dan kemudian disusul oleh pemerintah belanda sepenuhnya, ketika tentara jepang menang atas sekutu lembaga hukum di Indonesia mulai dihiasi dengan istilah-istilah jepang namun kependudukan jepang di Indonesia yang sangat singkat itu tidak begitu mempengaruhi tata hukum di Indonesia. Setelah sekutu memborbardir jepang, tentara belanda pun datang kembali dan mulai mempengaruhi lagi hukum di Indonesia. Maka tidak mengherankan jika sampai saat ini adanya beberapa hukum Belanda yang masih dipakai oleh Negara Republik Indonesia.
Sejarah perkembangan hukum dan ketatanegaraan di Indonesia sampai pada saat ini pun masih dipengaruhi oleh corak hukum seperti di Eropa dikarenakan pada perkembangan hukum di Nusantara pun dipengaruhi pada mulanya oleh VOC dan kemudian disusul oleh pemerintah belanda sepenuhnya, ketika tentara jepang menang atas sekutu lembaga hukum di Indonesia mulai dihiasi dengan istilah-istilah jepang namun kependudukan jepang di Indonesia yang sangat singkat itu tidak begitu mempengaruhi tata hukum di Indonesia. Setelah sekutu memborbardir jepang, tentara belanda pun datang kembali dan mulai mempengaruhi lagi hukum di Indonesia. Maka tidak mengherankan jika sampai saat ini adanya beberapa hukum Belanda yang masih dipakai oleh Negara Republik Indonesia.
Post a Comment