x9iXyGPMXQeKKlpX8lac8UjwJ5Wv9XduLyNcwRkJ

Latar Belakang Perubahan UUD Negara RI 1945

Latar Belakang Perubahan UUD Negara RI 1945
Ingin Link Grup Whatsapp Anda Disini, Klik Contact Ya
Ingin Nambah Subscribe, Klik Contact Ya 

Ingin Nambah Follower IG, Klik Contact Ya
Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
Dalam perkembangannya tuntutan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 itu menjadi kebututahan bersama bangsa Indonesia. Selanjutnya, tuntutan itu diwujudkan secara komprehensif, bertahap, dan sistematis dalam empat kali perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi 1945 pada sidang MPR sejak tahun 1999 sampa dengan 2002.
Hal yang melatar belakangi dilakukannya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, antara lain sebagai berikut:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi 1945 membentuk ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi ditangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat.Hal itu berakibat pada tidak terjadinya saling mengawasi dan saling, mengimbangi (checks and balances) pada institusi-institusi ketatanegaraan. Penyerahan kekuasaaan tertinggi kepada MPR merupakan kunci yang mengakibatkan kekuasaan pemerintahan negara seakan-akan tidak memilki hubungan dengan rakyat.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif atau presiden. Sistem yang dianut oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi 1945 adalah dominan eksekutif (excutive heavi), yakni kekuasaan dominan berada ditangan presiden. Pada diri presisden terpusat kekuasaan menjalankan pemerintahan (chief executive) yang dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain memberi grasi, anmesti, abolisi, dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasaan membentuk Undang-Undang hal itu tertulis jelas dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi 1945, yang berbunyi presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah majelis. Dua cabang kekuasaan negara yang seharusnya dipisahkan dan dijalankan oleh lembaga negara yang berbeda, tetapi nyatanya berada disatu tangan (Presiden) yang menyebabkan tidak berbedanya prinsip saing mengawasi dan saling mengimbangi dan berpotensi mendorong lahirnya yang otoriter.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsis (multitafsir), misalnya pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (sebelum diubah) yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali”. Rumusan pasal itu dapat ditafsirkan lebih dari satu, yakni tafsir pertama bahwa Presiden dan Wakil Presiden dapat dipilih betkali-kali dan tafsir kedua adalah bahwa Presiden dan Wakil Presiden lainnya boleh memangku jabatan maksimal dua kali dan sesudah itu tidak boleh dipilih kembali.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 terlalu banyak meberikan kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-Undang. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi 1945 menetapkan bahwa Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting dengan kehendaknya dalam Undang-Undang. Hal ini menyebabkan pengaturan mengenai MPR, Dewan Perwakilan Rakyat, HAM, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung dan Pemerintah Daerah disusun oleh kekuasaan Presiden dalam bentuk pengajuan rancangan Undang-Undang ke DPR.
Rumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesi 1945 tantang semangat penyelenggara negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan Hak Asasi Manusia, dan otonomi daerah. Hal itu membuka peluang bagi berkembangnya politik penyelenggara negara yang tidak sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Post a Comment